Hello, thanks for visiting our blog, sorry if this is kinda messy blog or notreallygood blog, but, we're already try our best! -- xe

Jumat, 29 Oktober 2010

Gambar Sumpah Pemuda ' ku




Tawuran Pelajar Terjadi Lagi, Bukti Rusaknya Pendidikan Negeri Ini !

Ratrio Ardana (15), siswa SMK Bhakti Duta Mas, Jakarta Barat, tewas terkena bacokan pelajar sekolah lain saat hendak pulang ke rumahnya di Jalan Jelambar Utara II/83 RT 04/08, Wijayakusuma, Jakbar, Rabu (12/12) malam. Kembali terjadinya tawuran yang brutal ini menunjukkan pendidikan di negeri ini lemah. ini semakin menambah daftar kebobrokan generasi muda kita.

Peristiwa tawuran pelajar itu seperti diberitakan kantor berita antara terjadi di kawasan Jalan Pangeran Tubagus Angke, Jakarta Barat. Sementara itu, lima tersangka berhasil ditangkap oleh jajaran Polsek Metro Tanjung Duren delapan jam setelah kejadian, yakni, MS (17), AGW (17), US (16), ADP (15), dan AS (15).

Korban meninggal dalam perjalanan saat akan dibawa ke Rumah Sakit (RS) Atmajaya, Jakarta Utara, setelah mengalami luka parah di bagian paha dan lutut kiri. Sementara itu, polisi berhasil mengumpulkan barang bukti berupa dua lempengan besi sepanjang satu meter, sabut kepala besi, dan satu klewang.

Tersangka AGW, mengatakan, peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 18.00, Rabu (12/12), saat dirinya bersama 15 rekan-rekan lainnya pulang sekolah kemudian melintasi Jalan Pangeran Tubagus Angke.

Di tengah perjalanan, dirinya yang mengaku siswa SMK 56, Pluit, Jakut itu bertemu dengan siswa SMK Bhakti Duta Mas kemudian saling ejek hingga terjadi tawuran.

"Korban sempat menyelamatkan diri dengan lari, tapi tertinggal dari rombongan teman-temannya yang telah berlarian lebih dahulu," katanya.

Pelajar Brutal, Di Mana Pendidikan Kita?


Kebrutalan para pelajar ini tentu saja sangat memilukan. Semestinya mereka menjadi generasi harapan negeri, namun malah menjadi generasi yang brutal. Lalu di mana pendidikan saat ini?

Wajar ini terjadi, ketika pendidikan yang diterapkan adalah sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga pelajar bisa dengan mudah berbuat apa saja tanpa ada bimbingan ajaran agama.

Berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam dari para siswa didiknya. Sampai kapan, kebrutalan remaja ini terjadi? Kepedulian kita untuk segera menghentikannya dengan menerapkan sistem pendidikan agama.


Sumber : http://syabab.com

Tawuran Pelajar Terus Terjadi, Salah Siapa?

Baru sehari yang lalu bangsa ini memperingati momen bersejarah Sumpah Pemuda. Namun nilai sejarah multi dimensi itu seolah dilecehkan begitu saja oleh sebagian pemuda dari kalangan pelajar di Kota Padang. Bukannya belajar, mereka justru berkelahi antar sesama. Entah apa yang ada dalam benak mereka, yang jelas selama ini tidak pernah ada yang namanya perkelahian alias tawuran dalam kurikulum pendidikan di republik ini.

Akibat tawuran yang dipicu dendam itu sekitar 15 siswa dari tiga SLTA di Kota Padang ‘digelandang’ ke Mapoltabes Padang. Tawuran itu berlangsung di di Jalan Sudirman dan berlanjut ke kawasan GOR H. Agus Salim. Mereka juga melempari bus kota dilempari. Bahkan, dari tangan generasi muda harapan bangsa itu juga ditemukan sebilah pisau, sejumlah batu bata dan 10 ikat pinggang yang dijadikan pelajar itu senjata untuk menghabisi lawan layaknya pendekar.

Tawurana itu tidak hanya menimbulkan korban di kalangan pelajar, namun masyarakat awam yang tidak tahu apa-apa dan tentu tidak mau ikut campur dengan keberingasan para pelajar itu justru ikut menjadi korban. Setidaknya, seorang penumpang bus kota berjenis kelamin perempuan terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka-luka terkena serpihan kaca bus kota.

Sedemikian beringas dan ganasnyakah generasi muda kota ini? Padahal tiga hari lalu mereka sama-sama menggelar upacara memperingati Sumpah Pemuda. Kemana hilangnya spirit Sumpah Pemuda itu? Dan seandainya saja kita kaji lebih lanjut, negeri ini abru saja dihantam bencana dahsyat gempa bumi yang menewaskan ribuan orang. Masihkan para pelajar itu menambah korban tewas akibat ulah beringas mereka?

Kalau mengkaji siapa yang salah dengan adanya fenomena tawuran antar pelajar, yang pertama kali tak bisa disalahkan adalah kurikulum, karena dalam kurikulum pendidikan nasional itu sendiri tidak ada mata pelajaran jadi ‘pendekar’ dadakan. Lalu kenapa tawuran antar pelajar itu terus saja terjadi, bahkan bisa dikatakan rutin terjadi setiap tahun?

Inilah pertanyaan yang harus dijawab sekaligus dicarikan solusinya oleh semua elemen masyarakat kota ini. Mulai dari kepala daerah, pihak dinas pendidikan, pihaks ekolah dan majelis guru, serta tentu saja orangtua/wali murid. Sudah sejauh manakah pengawasan yang diberikan oleh pihak-pihak terkait?

Umumnya tawuran terjadi saat pelajar pulang sekolah. Oleh karena itu, ada baiknya pada jam-jam pulang siswa ada aparat keamanan pada titik-titik yang rawan terjadinya pertemuan antar pelajar. Aparat keamanan tentu sudah punya gambaran dalam hal ini. Namun tak jarang pula tawuran terjadi pada jam-jam sekolah. Artinya para pelaku adalah para pelajar yang bolos. Maka, dalam hal ini berarti terjadi karena kurangnya pengawasan dari pihak sekolah. Beranjak dari hal ini, pihak sekolah harus meningkatkan pengawasan dan disiplinnya terhadap siswa. Siswa yang bolos haruys diberi ganjaran yang memberikan efek jera. 

Sebaliknya, pihak dinas pendidikan nasional juga harus berani memberikan tindakan dan sanksi tegas kepada sekolah yang pelajarnya terlibat tawuran. Sanksi itu bisa berupa pencopotan terhadap kepala sekolah tanpa pandang bulu atau sanksi tegas lainnya.
Namun, terlepas dari hal itu, yang paling penting dilakukan adalah upaya preventif. Artinya tidak bertindak setelah kejadian namun bertindak agar kejadian tawuran itu tidak terjadi.

Untuk itu, perlu dicari akar persoalannya. Apalagi, pada umumnya yang terlibat tawuran adalah sekolah yang itu-itu juga. Hal ini dikarenakan dendam lama yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Maka, dalam hal ini, pihak Pemko Padang harus berinisiatif mempertemukan sekolah-sekolah yang termasuk dalam daftar hitam pelaku tawuran. Pertemukan mereka, cari akar permasalahannya dan selesaikan secara bijak. Hal ini lebih efektif daripada sekedar menindak para pelajar begitu perisiwa tawuran itu telah terjadi.


Tawuran Coreng Makna Peringatan Sumpah Pemuda

Liputan6.com, Makassar: Baru kemarin Sumpah Pemuda diperingati, para pemuda yang juga pelajar di berbagai daerah justru terlibat tawuran. Tak hanya pelajar Sekolah Menengah Atas, tapi juga mahasiswa, seperti yang terjadi di Universitas Negri Makassar, Makassar, Sulawesi Selatan.

Bermula dari saling ejek dan akhirnya saling lempar batu maupun kayu. Saat mahasiswa Fakultas Teknik UNM tawuran dengan mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra, Kamis (29/10) sore, sempat terdengar letusan senjata api rakitan. Polisi tak bisa masuk kampus karena gerbang fakultas ditutup mahasiswa. 

Tak jelas siapa yang memulai. Namun diduga bentrok dipicu dendam mahasiswa fakultas teknik karena spanduk penyambutan mahasiswa baru di fakultas mereka dibakar akhir Agustus silam. Ironis, calon intelektual yang dipersiapkan menjadi pendidik ternyata memilih kekerasan untuk menuntaskan masalah mereka. 

Tak hanya di Makassar, tawuran juga dilakukan pelajar Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Padang, Sumatera Barat. Tak hanya batu dan kayu, ada pula yang membawa senjata tajam. Tawuran tak berlangsung lama, karena polisi segera datang dan menangkap sejumlah pelajar. Namun lemparan batu mereka memecahkan kaca sebuah angkot dan mencederai penumpangnya. 

Selain itu pelajar di Manado, Sulawesi Utara, SMA 1 dan SMK Getsemani Manado juga nyaris bentrok akibat dendam salah satu pihak. Tawuran bisa dicegah karena polisi segera datang dan melerai. Meski tawuran belum terjadi, sebanyak tujuh pelajar sempat dibawa ke markas polisi Manado untuk diperiksa.


Sumber : http://berita.liputan6.com/politik

Hilangnya Makna Sumpah Pemuda

PADA 28 Oktober 1928 pemuda di Indonesia bersumpah satu jiwa, satu bahasa, bertumpah darah satu Indonesia. Ketika ikrar itu terucap, tak ada lagi kata perbedaan, tak ada lagi sifat dan sikap kedaerahan, kesukuan karena semua melebur menjadi satu yakni Indonesia.

Tiap 28 Oktober bangsa Indonesia memperingatinya sebagai hari bersejarah, tonggak di mana perjuangan pemuda Indonesia dengan persatuannya bersatu untuk memerdekakan diri dari belenggu penjajah.

Perubahan demi perubahan terjadi pada bangsa ini setelah Sumpah Pemuda 1928. Para pemuda berjuang dengan berbagai cara membuang sikap kesukuan dan kedaerahan dengan satu harapan, yakni kemerdekaan Indonesia secara fisik dari penjajah. 

Sangat disayangkan, peringatan sumpah pemuda tiap 28 Oktober terasa sia - sia dan hampa makna. Perjuangan pemuda Indonesia seperti berkurang dengan sikap doyan hura - hura para pemudanya.

Hanya sebagian kecil pemuda yang memikirkan nasib bangsanya. Pemuda dari kalangan mahasiswa dan pelajar berubah sangar dengan berbagai aksi demo anarkistis karena ketidakpuasan terhadap pemerintahan. Tawuran pelajar hanya karena masalah kecil.

Dapat dimaklumi, semua itu karena hilangnya rasa cinta Indonesia di jiwa dan hati pemuda Indonesia. Hanya sedikit yang mampu mendalami dan memaknai cinta kepada Indonesia. Yang lainnya tergerus perubahan akibat pengaruh globalisasi dan mabuk dalam lingkaran kesenangan pribadi. 

Sungguh disayangkan, pergerakan pemuda yang berpikir demi kepentingan bangsa lebih sedikit daripada pergerakan pemuda yang suka hura - hura, ngumpul di jalan untuk kesenangan, nongkrong dan mabuk dengan pergaulan bebas.

Pemuda Indonesia adalah penerus kepemimpinan bangsa ini menuju perubahan. Apa jadinya jika pemuda kita bersikap acuh terhadap nasib bangsanya. Bersikap masa bodoh terhadap bangsanya sendiri merupakan titik awal dari kehancuran bangsa dan negara ini. 

Sudah saatnya kita kembali di era sumpah pemuda dan menyingkirkan sikap mementingkan kepentingan pribadi. Tak ada gunanya mementingkan hawa nafsu pribadi untuk berhura - hura, karena hanya akan membuat kita terlena. Jangan sampai pemuda Indonesia hanya mudah berteori tanpa praktik yang jelas. 

Satukan diri dengan semangat sumpah pemuda adalah ujung tombak untuk memajukan bangsa ini. Gelora pemuda sebagai agen perubahan harus diimplementasikan dengan baik dan sesuai dengan kode etik pemuda bangsa ini. 

Belajar dengan giat, memberikan sikap kritis dan memberi solusi dan bersatu melindungi harkat dan martabat bangsa serta bersatu memperjuangkan nasib kaum tertindas, termarginalkan dan kaum yang tidak mendapatkan ketidakadilan. Semua untuk Indonesia yang lebih baik menuju cita - cita bangsa yang mulia yakni kemakmuran dan kesejateraan rakyat. 

Mari kita bersama - sama membuang ego pribadi dan menyatukan hati demi bangsa dan negara ini. Jangan sampai peringatan tiap 28 Oktober hanya menjadi sebuah acara seremonial belaka. Hanya diikrarkan tanpa sebuah praktek yang jelas dalam kehidupan nyata.

Jangan sampai kita kembali di era kebodohan pada masa lalu. Jangan sampai terlena dengan perkembangan global, lupa akan nasib bangsa. Jangan pikirkan apa yang engkau dapatkan dari bangsamu, tapi pikirkan apa yang dapat kau beri untuk bangsamu. 



Sumber : http://banjarmasinpost.co.id/read/artikel/2010/10/28/61092/hilangnya-makna-sumpah-pemuda
 

Blog Template by YummyLolly.com
Sponsored by Free Web Space This Blog Design made by Riezkya Febriani Sigit